Peran
dan Fungsi Sosial Budaya
Di
samping melekat status sosial, pada diri seseorang melekat pula peran sosial.
Tidak ada peran tanpa kedudukan dan tidak ada kedudukan tanpa peran. Setiap
orang mempunyai peran tertentu sesuai dengan status sosial yang disandangnya.
Karena peran sosial merupakan dinamika dari status sosial. Peran sosial berisi
tentang hak dan kewajiban dari status sosial. Peran memiliki fungsi mengatur
perilaku individu yang berhubungan dengan status sosialnya. Status sosial yang
berbeda menyebabkan terjadinya peran sosial yang berbeda pula. Peran sosial
adalah suatu tingkah laku yang diharapkan dari individu sesuai dengan status
sosial yang disandangnya, sehingga peran dapat berfungsi pula untuk
mengatur perilaku seseorang. Peran sosial pada seseorang dapat berbeda-beda
ketika ia menyandang status yang berbeda. Peran diatur oleh norma-norma yang
berlaku. Misalnya, norma kesopanan menghendaki agar seorang laki-laki bila
berjalan bersama seorang wanita harus berada di sebelah kanannya/samping luar.
Berdasarkan
pengertian di atas, maka peran mencakup tiga hal yaitu:
1.
Peran meliputi norma-norma, karena peran merupakan serangkaian
peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan bermasyarakat .
2.
Peran adalah konsep tentang apa yang harus dilakukan oleh individu dalam
masyarakat dan meliputi tuntutan-tuntutan perilaku dari masyarakat terhadap
seseorang.
3.
Peran merupakan perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.
Bentuk
peran sosial dalam kehidupan sehari-hari, misalnya Pak Edi adalah orang yang
berstatus sosial sebagai guru. Pada diri Pak Edi akan memiliki peran yang
berkaitan dengan tugasnya sebagai seorang guru. Peran yang berbeda akan Pak Edi
jalankan saat ia harus menyandang status sosial sebagai kepala keluarga. Ia
harus mengatur bagaimana kehidupan di rumah yang berbeda dengan tata kehidupan
di sekolah. Jadi, pada diri seseorang dapat memiliki berbagai peran sosial yang
berbeda-beda pada saat bersamaan. Contoh lainnya dalam suatu acara arisan
keluarga, seseorang dapat sekaligus menyandang peran yang berbeda, yaitu
sebagai ketua arisan, suami, ayah, paman, adik, kakek, dan sebagainya.
Berikut
merupakan contoh bentuk peran-peran masyarakat dalam program pembangunan.
1.
Peran Pekerja Sosial dalam Community Development
Di
masa lalu, pendekatan pembangunan yang sering dipakai untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat senantiasa berporos pada pertumbuhan ekonomi yang
sentralistis dan bersifat top down. Dalam pendekatan yang demikian,
masyarakat yang menjadi sasaran pembangunan tidak dilibatkan dan bahkan
diasingkan dari proses pembangunan yang sesungguhnya terkait dengan hajat hidup
mereka. Dimensi partisipatif dari pembangunan telah diabaikan. Masyarakat tidak
dipandang sebagai aktor yang memiliki potensi dan kemampuan dalam mengembangkan
kualitas hidupnya. Mereka sering dianggap hanya sebagai penerima pasif dari
berbagai ragam kegiatan pembangunan. Mereka dipinggirkan atas nama pembangunan.
Community
Development atau Pengembangan Masyarakat (PM)
kini semakin populer sebagai salah satu pendekatan pembangunan yang berwawasan
lokal, partisipatif, dan edukatif. Secara akademis, PM dikenal sebagai salah
satu metode pekerjaan sosial (social work) yang tujuan utamanya untuk
memperbaiki kualitas hidup masyarakat melalui pendayagunaan sumber-sumber yang
ada pada mereka serta menekankan pada prinsip partisipasi sosial. Menurut
Johnson (1984), PM merupakan spesialisasi atau setting praktek pekerjaan
sosial yang bersifat makro (macro practice).
Secara
umum, PM meliputi perencanaan, pengkoordinasian, dan pengembangan berbagai
aktivitas pembuatan program atau proyek kemasyarakatan. Dalam praktiknya, PM
melibatkan beberapa aktor, seperti pekerja sosial, masyarakat setempat, lembaga
donor serta instansi terkait yang saling berkerjasama mulai dari perancangan,
pelaksanaan, sampai evaluasi terhadap program atau proyek tersebut.
Sesuai
dengan makna pekerjaan sosial, yakni membantu orang agar mampu membantu dirinya
sendiri, maka PM sangat memperhatikan pentingnya partisipasi sosial dan
pemberdayaan masyarakat. Dalam konteks ini, peran pekerja sosial dalam PM
berpusat pada tiga visi yang dapat diringkas menjadi 3P, yaitu pelaksanaan (enabling),
pendukung (supporting), dan pelindung (protecting). Prinsip utama
peran ini adalah ”making the best of the client’s resources” (pemberdayaan
sumber daya konsumen). Klien dan lingkungannya dipandang sebagai sistem
yang dinamis dan potensial dalam proses pemecahan masalah dan pemenuhan
kebutuhan sosial.
Sebagaimana
dinyatakan oleh Payne (1986 : 26) : pada saat seorang pekerja sosial mencoba
untuk membantu seseorang, ia akan mulai dari keadaan yang mengandung beberapa
hal positif dari kehidupan. Masyarakat dan lingkungan sekitarnya yang akan
membantu untuk maju, seperti halnya permasalahan atau hambatan yang mereka coba
untuk selesaikan. Bagian dari pekerjaan sosial adalah menemukan hal-hal yang
baik dan membantu masyarakat untuk mengambil manfaat dari hal-hal tersebut.
Ada
beberapa peran yang dapat dimainkan pekerja sosial dalam PM. Empat peran di
bawah ini sangat relevan diketahui oleh para pekerja sosial yang akan melakukan
PM. Peran-peran tersebut meliputi:
a.
Fasilitator
Dalam
pelaksanaan pekerjaan sosial, peranan fasilitator sering disebut sebagai
pelaksanaan (enabler). Peran sebagai pelaksana atau fasilitator
bertujuan untuk membantu masyarakat dan orang-orang atau kelompok-kelompok
dalam masyarakat agar mampu menangani tekanan situasional atau transisional.
Menurut
Barver strategi-strategi khusus untuk mencapai tujuan tersebut meliputi
pemberian harapan, pengurangan penolakan, dan ambivalensi, pengakuan dan
pengaturan perasaan-perasaan, pengidentifikasian dan pendorongan
kekuatan-kekuatan personal dan potensi-potensi sosial, serta pemilahan masalah
menjadi beberapa bagian, sehingga lebih mudah dipecahkan dan pemeliharaan dapat
lebih fokus pada tujuan dan cara-cara pencapaiannya.
Pengertian
ini didasari oleh visi (pandangan) dari pekerjaan sosial bahwa setiap perubahan
terjadi pada dasarnya dikarenakan oleh adanya usaha-usaha masyarakat sendiri.
Sedangkan peran pekerja sosial adalah memfasilitasi atau memungkinkan
masyarakat mampu melakukan perubahan yang telah ditetapkan dan disepakati
bersama.
b.
Broker (penghubung)
Dalam
pengertian umum, seorang broker membeli dan menjual saham dan surat berharga
lainnya di pasar modal. Seorang broker berusaha untuk memaksimalkan keuntungan
dari transaksi tersebut, sehingga klien dapat memperoleh keuntungan yang
sebesar-besarnya. Pada saat klien menyewa seorang broker, klien meyakini bahwa
broker tersebut memiliki pengetahuan mengenai pasar modal, pengetahuan yang
diperoleh terutama berdasarkan pengalamannya sehari-hari.
Dalam
konteks PM, peran pekerja sosial sebagai broker tidak jauh berbeda dengan peran
broker di pasar modal. Seperti halnya di pasar modal, dalam PM terdapat klien
atau konsumen. Namun demikian, pekerja sosial melakukan transaksi dalam pasar
lain, yakni jaringan pelayanan sosial (masyarakat). Pemahaman pekerja sosial
yang menjadi broker mengenai kualitas pelayanan sosial di sekitar lingkungannya
merupakan aspek penting dalam memenuhi keinginan masyarakat dalam memperoleh
manfaat (keuntungan) yang maksimal.
Ada
tiga tugas utama dalam melakukan peranan sebagai broker yaitu:
1)
mengidentifikasi dan pemetakan sumbersumber kemasyarakatan yang tepat,
2)
menghubungkan konsumen atau klien dengan sumber secara konsisten, dan
3)
mengevaluasi efektivitas sumber dalam kaitannya dengan kebutuhan-kebutuhan
klien.
Peranan
sebagai broker pada prinsipnya adalah menghubungkan klien dengan barang-barang
dan jasa dan mengontrol kualitas barang dan jasa tersebut. Ada tiga kata kunci
dalam pelaksanaan peran sebagai broker, yaitu: menghubungkan (linking), barang-barang
dan jasa (goods and services), dan pengontrolan kualitas (quality
control).
1)
Linking adalah proses menghubungkan orang dengan lembaga-lembaga atau
pihak-pihak lainnya yang memiliki sumber-sumber yang diperlukan. Linking juga
tidak sebatas hanya memberi petunjuk kepada orang mengenai sumber-sumber yang
ada. Lebih dari itu, ia juga harus memperkenalkan masyarakat terhadap sumber
sosial, tindak lanjut, pendistribusian sumber, dan menjamin bahwa barang-barang
dan jasa dapat diterima oleh masyarakat.
2)
Goods and Services, meliputi sesuatu yang nyata seperti makanan, uang,
pakaian, perumahan, dan obat-obatan. Sedangkan services mencakup keluaran
pelayanan lembaga yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan hidup klien, misalnya
perawatan kesehatan, pendidikan, pelatihan, konseling, dan pengasuhan anak.
3)
Quality Control adalah proses pengawasan yang dapat menjamin bahwa
produk-produk yang dihasilkan lembaga dapat memenuhi standar kualitas yang
telah ditetapkan. Proses ini memerlukan monitoring yang terus menerus terhadap
lembaga dan semua jaringan pelayanan untuk menjamin bahwa pelayanan memiliki
mutu yang dapat dipertanggungjawabkan setiap saat.
c.
Mediator
Pekerja
sosial sering melakukan peran mediator dalam berbagai kegiatan sosialnya. Peran
mediator diperlukan terutama pada saat terdapat perbedaan yang mencolok dan
mengarah pada konflik antara berbagai pihak. Pekerja sosial berperan sebagai
”kekuatan ketiga” untuk menjembatani antara anggota kelompok dengan sistem
lingkungan yang menghambatnya.
Kegiatan-kegiatan
yang dapat dilakukan dalam melakukan peran mediator meliputi kontrak perilaku,
negosiasi, pendamai pihak ketiga, serta berbagai macam resolusi konflik. Dalam
mediasi, upaya-upaya yang dilakukan pada hakekatnya diarahkan untuk mencapai ”solusi
menang-menang” ( win-win solution). Beberapa strategi yang dapat
digunakan dalam melakukan peran mediator antara lain mencari persamaan nilai
dari pihak-pihak yang terlibat konflik, membantu setiap pihak agar mengakui
legitimasi kepentingan pihak lain, membantu mengidentifikasi kepentingan
bersama, memetakkan keretakan konflik kedalam isu, waktu, dan tempat yang
spesifik, memfasilitasi komunikasi dengan cara mendukung mereka agar mau
berbicara satu sama lain.
d.
Pembela
Peran
pembelaan atau advokasi merupakan salah satu praktek pekerjaan sosial yang
bersentuhan dengan kegiatan politik. Peran pembelaan dapat dibagi menjadi dua,
yaitu advokasi kasus (case advocacy) dan advokasi kelas (class
advocacy). Apabila pekerja sosial melakukan pembelaan atas nama seorang
klien secara individual, maka ia berperan sebagai pembela kasus. Pembelaan
kelas terjadi manakala klien yang dibela pekerja sosial bukanlah individu
melainkan sekelompok anggota masyarakat.
Beberapa
strategi dalam melakukan peran pembela adalah keterbukaan (membiarkan
berbagai pandangan untuk didengar), perwakilan luas (mewakili semua
pelaku yang memiliki kepentingan dalam pembuatan keputusan), keadilan (kesetaraan
atau kesamaan sehingga posisi-posisi yang berbeda dapat diketahui sebagai bahan
perbandingan, pengurangan permusuhan, dan mengembangkan keputusan yang mampu
mengurangi permusuhan dan keterasingan, informasi (menyajikan
masing-masing pandangan secara bersama dengan dukungan dokumen dan analisis), pendukungan
(mendukung patisipasi secara luas), kepekaan (mendorong para pembuat
keputusan untuk benar-benar mendengar, mempertimbangkan, dan peka terhadap
minat-minat dan posisi-posisi orang lain).
e.
Pengetahuan dan keterampilan
Agar
peran di atas dapat dijalankan dengan baik, sedikitnya ada dua pengetahuan dan
keterampilan yang harus dimiliki pekerja sosial, yaitu:
1)
pengetahuan dan keterampilan memperkirakan kebutuhan masyarakat (community
needs assessment), yang meliputi: (a) jenis dan tipe kebutuhan, (b)
distribusi kebutuhan, (c) kebutuhan akan pelayanan, (d) pola-pola penggunaan
pelayanan, dan (e) hambatan-hambatan dalam menjangkau pelayanan.
2)
pengetahuan dan keterampilan membangun hubungan dan jaringan antarorganisasi,
yang mencakup: (a) kebijakan-kebijakan setiap lembaga, (b) peranan
lembaga-lembaga, (c) potensi dan hambatan setiap lembaga, (d) metode
partisipatif dalam memecahkan masalah sosial masyarakat, dan (e) prosedur
pelayanan.
FUNGSI SOSIAL
A. PENGERTIAN FUNGSI SOSIAL.
. Istilah
fungsi sosil mengacu pada cara-cara bertiingkah laku atau
melakukan tugas-tugas kehidupan dalam memenuhi kebutuhan hidup individu ,
orang seorang maupun sebagai keluarga, kolektif, masyarakat.,
organisasi dsb. Pelaksanaan fungsi sosial dapat dievaluasi / dinilai apakah
memenuhi kebutuhan dan membantu mencapai kesejahteraan bagi orang ybs,
dan bagi masyarakat, apakah normal dapat diterima masyarakat sesuai
dengan norma sosial. Untuk dapat berfungsi sosial secara baik ada tiga faktor
penting yang saling berkaitan untuk dilaksanakan yaitu:
1. Faktor status sosial yaitu kedudukan seseorang dalam suatu kehidupan
bersama ,
dalam
keluarga, kelompok, organisasi atau masyarakat yaitu seseorang yang
diberi kedudukan agar melakukan tugas - tugas yang pokok sebagai suatu
tanggung jawab atas kewajibannya ( kompetensi ). Misalnya seorang berstatus
sebagai : Ketua , Ayah, Mahasiswa, Pegawai , dsb.
. 2.
Faktor role sosial yaitu peranan sosial, berupa kegiatan
tertentu yang dianggap
penting dan diharapkan harus dikerjakan sebagai kosekwensi dari
status
sosialnya dalam
kehidupan bersama ( keluaraga, kelompok, masyarakat ).
Misalnya Ayah harus berperan sebagai pencari nafkah bagi keluarga,
Ibu
berperan sebagai pengurus rumah tangga dan mengasuh anak, Anak
berperan
sebagai pembantu mengurus adik-adiknya yang kesekolah , dsb.
Penampilan peranan sosial secara efektif menyangkut penyediaan
sumber dan
pelakasanan tugas sehingga individu dan atau kelompok, seperti keluarga ,
mampu mempertahankan diri , tumbuh dan berkembang, menyenangi dan
menikmati kehidupan . Penampilan peran ini dinilai baik oleh orang yang
bersangkutan maupun dinilai normal oleh masyarakat dilingkungannya
3. Faktor norma sosial yaitu hukum, peraturan , nilai-nilai masyarakat,
adat istiadat,
agama, yang menjadi patokan apakah status sosial sudah diperankan sudah
dilaksanakan sebagaiman mestinya , dengan normal, wajar, dapat diterima oleh
masyarakat , bermanfaat bagi orang – orang dalam kehidupan
bermasyarakat .
.
Pekerja
Sosial dapat mengadakan evaluasi dan intervensi pelaksanaan fungsi
yang dilakukan orang secara individu maupun sebagai kelompok.