Hukum Karma Secara Pengertian. - Jika bicara soal hukum karma pasti kita semua sudah pada pernah mendengarnya, namun sudahkah anda mengetahui apa itu hukum karma..?
Hukum karma adalah salah satu ajaran yang penting dalam agama Buddha. Hukum karma
merupakan ajaran yang amat dalam dan rumit, maka untuk itu dibutuhkan
suatu uraian yang terperinci untuk memahaminya. Secara umum, karma berarti perbuatan.
Adakah Hukum Karma di dalam ajaran agama islam..?, mari kita bahas secara seksama.
Allah sendiri Berfirman:
QS Al Baqarah (2) : 42 Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.
Sebenarnya didalam Hukum Islam tidak ada nama Istilah KARMA karena Allah sendiri Berfirman Dalam Al Quran
Q.s 35:18. Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain[1252].
Q.s 6:164 dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain
Q.s 53: 38. (yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain,
Sesungguhnya istilah hukum karma/karmaphala tidaklah dikenal dalam syari’at Islam karena istilah yang demikian ini adalah istilah di dalam ideologi pokok/keyakinan/aqidah agama dharma. Oleh karena itu tidak selayaknya kita bertaqlid mengaminkan kesimpulan beliau bahwa hukum karma diakui keabsahannya oleh Islam kecuali setelah kita mengetahui secara ilmiyah hakekat hukum karma itu sendiri.
QS Al Baqarah (2) : 42 Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.
Sebenarnya didalam Hukum Islam tidak ada nama Istilah KARMA karena Allah sendiri Berfirman Dalam Al Quran
Q.s 35:18. Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain[1252].
Q.s 6:164 dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain
Q.s 53: 38. (yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain,
Sesungguhnya istilah hukum karma/karmaphala tidaklah dikenal dalam syari’at Islam karena istilah yang demikian ini adalah istilah di dalam ideologi pokok/keyakinan/aqidah agama dharma. Oleh karena itu tidak selayaknya kita bertaqlid mengaminkan kesimpulan beliau bahwa hukum karma diakui keabsahannya oleh Islam kecuali setelah kita mengetahui secara ilmiyah hakekat hukum karma itu sendiri.
Allah Ta’ala berfirman:
وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا
“Dan janganlah engkau mengikuti apa yang engkau tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawaban.” (QS. Al-Isra’: 36) .
Maka kami akan membawakan definisi dan kedudukan penting aqidah hukum
karma dalam pandangan pemiliknya (Hindu dan Budha) agar seorang muslim
yang mencintai Allah Ta’ala dan RasulNya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
dan memiliki kecemburuan terhadap Dienul Islam bisa membandingkannya
dengan tindakan gegabah dan (maaf) ngawur serta sembrono yang mengaitkan
keyakinan batil dan sesat tersebut dengan dienul Islam yang sempurna.
Maha Suci Allah dari apa yang dikatakannya.
Hukum Karma/Karmaphala memiliki pengertian yang sama sekali tidak ada
kaitannya dengan apa yang diklaimkan dasar hukumnya di dalam Al Qur’an
dan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, laa min qarib wa laa min
ba’id, tidak dari dekat, tidak pula dari jauh (meminjam istilah beliau
ketika ditanya tentang Zaitun).
Berbeda dengan sebagian agama yang mengajarkan tentang “Takdir Tuhan” –
dimana kehidupan kita di masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang
ditentukan oleh takdir Tuhan -, agama-agama dharma [Hindu, Buddha dan
Jain] mengajarkan yang berbeda, yaitu “Hukum Karma“.
Kadang ada kesalahpahaman bahwa hukum karma sama dengan “nasib”, bahkan
“suratan takdir Tuhan” [berarti semuanya ditentukan Tuhan]. Perlu
diketahui bahwa dalam hukum karma tidaklah demikian, “suratan takdir”
ini ditulis sendiri oleh diri kita sendiri. Kitalah yang mendesain nasib
kita, bukan oleh Brahman, Dewa-Dewi ataupun pihak lain. Dalam ajaran
Hindu, Brahman atau Purusha memang diyakini sebagai penyebab utama,
tetapi dalam hal ini Brahman sebenarnya hanya “pengamat / saksi abadi“.
Karma berarti “perbuatan / tindakan”. Hukum karma adalah hukum semesta
sebab-akibat, dimana setiap tindakan kita akan membuahkan hasil tindakan
atau buah karma [karma-phala]. Yang berarti apapun yang terjadi pada
diri kita di masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang, ditentukan
sepenuhnya oleh tindakan diri kita sendiri. Tanpa ada intervensi dari
Brahman, Dewa-Dewi ataupun pihak lain. Dan yang dimaksud dengan
“tindakan” itu adalah pikiran, perkataan, dan perbuatan kita sendiri….”
Dan berikut penjelasan dari pihak agama Buddha:
“secara singkat,karma (Pali: Kamma) berarti “perbuatan”,yang dalam arti umum meliputi semua jenis kehendak dan maksud perbuatan, yang baik maupun yang buruk, lahir atau bathin dengan pikiran kata-kata atau tindakan.
Makna yang luas dan sebenarnya dari Kamma, ialah semua kehendak atau keinginan dengan tidak membeda-bedakan apakah kehendak atau keinginan itu baik (bermoral) atau buruk (tidak bermoral)
Sebagian masyarakat akan menyandarkan jawaban atas segala keadaan yang terjadi, baik atau buruk, kepada Tuhan.
Namun agama Buddha menyangkal ciri ketuhanan seperti itu;… Selama berabad-abad, doktrin agama Buddha tentang karma, telah sering disalah-artikan sebagai paham deterministik/takdir.”
“secara singkat,karma (Pali: Kamma) berarti “perbuatan”,yang dalam arti umum meliputi semua jenis kehendak dan maksud perbuatan, yang baik maupun yang buruk, lahir atau bathin dengan pikiran kata-kata atau tindakan.
Makna yang luas dan sebenarnya dari Kamma, ialah semua kehendak atau keinginan dengan tidak membeda-bedakan apakah kehendak atau keinginan itu baik (bermoral) atau buruk (tidak bermoral)
Sebagian masyarakat akan menyandarkan jawaban atas segala keadaan yang terjadi, baik atau buruk, kepada Tuhan.
Namun agama Buddha menyangkal ciri ketuhanan seperti itu;… Selama berabad-abad, doktrin agama Buddha tentang karma, telah sering disalah-artikan sebagai paham deterministik/takdir.”